Selasa, 06 Desember 2011

ISLAM YANG AKAN SELALU KU BELA



Media massa kini telah menggencarkan sebuah berita
Tentang penyerangan terhadap Ahmadiyah
3 orang tewas, dan yang lain luka-luka
Mereka memberitakan bahwa Ahmadiyah diserang oleh ORMAS ISLAM
Dunia seakan gempar…Membentuk sebuah OPINI
Bahwa ISLAM adalah agama yang RADIKAL
Menjerit hatiku mendengarnya
Ku rasakan bahwa seumur hidupku
ISLAM Adalah Agama yang begitu santun dan Indah
Dengan teladan MUHAMMAD yang tak pernah menyelesaikan masalah dengan kekerasan Kecuali PERANG
Yah… itulah yang ku tahu… tentang ISLAM yang akan selalu ku bela
Ahmadiyah katanya adalah Agama yang mengaku ISLAM
Benarkah Ahmadiyah adalah ISLAM..?
Bukankah telah ada SKB dari para Menteri yang berwenang?
Lalu mengapa tak ada kejelasan tentang masalah ini?
Telah panas kuping kami mendengar penistaan agama
Telah sakit hati kami mendengar adanya Nabi setelah Rasulullah SAW
Telah teruji kesabaran kami mendengar adanya kitab selain Al-Quran
Ingin rasanya ku berteriak kepada Pemerintah
Yang masih saja menggunakan alat LIBERALIS
HAM (Hak Asasi Manusia)
Yang membuat semuanya seakan tak adil
oleh mereka yang berusaha menegakkan dan membela ISLAM
Dan perlindungan oleh mereka yang seharusnya diadili
Apapun Ketetapan para penguasa,
ISLAM –LAH YANG AKAN SELALU KUBELA

(FEBRUARI 2011, Setelah Penyerangan terhadap AHMADIYAH)

Senin, 05 Desember 2011

AKU SAJA MUAK… BAGAIMANA DENGAN TUHAN?


Ku lihat merah putih telah memudar
Terkena sengatan matahari yang begitu menyengat
Tak lagi merah dan putih… warnanya kini telah memudar
Karena panas yang menyengat Dan debu yang menghias
Merah putihku nampak lesu di ujung tiang
Tanpa kibaran, bagai tanpa semangat.
Di ujung sana… Kulihat begitu banyak penghianat, Begitu banyak penindasan
Aku saja muak, bagaimana dengan Tuhan?
Sebelum datangnya azab…
Ku berusaha mengintip melalui celah dalam kegelapan, Ku mengetuk di balik pintu-pintu mereka
“Masih adakah yang terbangun di kegelapan ini..?”
Tapi tak satupun merespon bisikanku
Ku mohon bantu aku sesegera mungkin Menggotong indonesiaku
Jauh dari dari pantai yang nampak indah ini …
Karena ku tahu sebentar lagi akan ada tsunami
Ku takut luapan dan goncangan menenggelamkan Indonesiaku
Ku mohon bantu aku bersuara Untuk membangunkan indonesiaku dari tidur nyenyaknya
Di alam nan indah di kaki gunung merapi ini,
Karena ku tahu, sebentar lagi akan ada letusan dan erupsi
Ku takut debu dan kabut perlahan menyesakkan dada ibu pertiwi
Semua karena alam telah murka
kepada para pengkhianat dan para pengumpat
Mungkin juga kepada kita yang telah terlena oleh dunia
Lupa akan agama, dan tak sadar akan keberadaan Sang Pencipta
Aku saja muak, bangaimana dengan Tuhan?

(Senin 7 Februari 2011, muak dengan kondisi indonesia yang serba abu-abu)
(masalah century, korupsi, kemiskinan, Ahmadiyah Vs ISLAM, mafia dll adalah wahana para peguasa untuk bermain... bukti kematian Nurani.. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun…)
(NURUL IFADAH. L (NUNU)

Selasa, 29 November 2011

Air Mata di Atas Garuda Menuju Nusakambangan

Beberapa pekan yang lalu, Aku melakukan perjalanan dengan Pesawat Garuda Airbus-A330-243 aircraft bersama beberapa teman menuju ke Jakarta. Di sampingku duduk seorang perempuan dewasa yang berusia kira-kira 40 tahun. Saat aku tersenyum padanya, dia membalas senyumku, ternyata beliau adalah seorang dokter di RSCM dan tak lama kami terlarut dalam obrolan ringan.
Dokter, ada acara apa di Makassar?”, tanya ku pada Dokter yang terlihat sumringah di sampingku.
“Oh… saya
transit di makassar dari Gorontalo jemput ibu. Ini mau ke Jakarta terus “connecting flight” ke Singapore nengokin adik ke-2”, jawab dokter itu.
”Wow, hebat sekali
adik ke-duanya dokter”, aku menyahut dan terdiam sejenak melihat orang tua yang sudah berumur duduk di samping dokter tersebut yang ternyata adalah ibunya.

cukup lama aku merenung. Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahu yang membuncah dalam benakku, aku melanjutkan pertanyaan.
”Kalau saya tidak salah,
yang di Singapura tadi, adik ke-2 ya Dok? Kalau boleh tahu Saudaranya Dokter berapa, ayahnya dokter sudah tidak ada?”
Oh ya tentu boleh sayang”, Dokter tersebut tersenyum lalu bercerita:
Ayah meninggal dunia sejak kami masih kecil. Saat itu adik bungsunya dokter masih berumur 3 bulan. Saya adalah anak ke-2 dari 7 orang bersaudara. Anak yang ke-3 atau adik pertama saya juga seorang dokter di Malang, anak yang ke-4 atau adik ke-2 saya kerja di salah satu kantor pemerintahan di Singapura yang ingin saya kunjungi sebentar, anak yang ke-5 atau adik ke-3 saya menjadi arsitek di Jakarta, anak yang ke-6 atau adik ke-4 menjadi kepala cabang bank di Purwokerto, dan anak yang ke-7 atau adik ke-5 saya menjadi Dosen di Semarang.”

Aku terdiam, hebat sekali orang tua dokter ini, bisa mendidik anak-anaknya dengan sangat baik, dari anak ke-2 sampai ke-7. Aku menatap perempuan tua yang duduk di samping dokter yang baik hati ini.
kalau dokter anak kedua berarti dokter punya kakak dong?”
Sambil menghela napas panjang,
Dokter menjawab,
kakaknya dokter menjadi petani di Gorontalo, sayang. Beliau menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar.”

Aku begitu terkejut dengan informasi yang baru saja aku dengar ini,
“Maaf ya
Dok kalau aku banyak tanya…...kakaknya dokter agak mengecewakan ya di mata orang tuanya dokter? adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedangkan dia cuma menjadi petani.“
Dengan tersenyum dokter itu menjawab,
”Ooo, tidak, tidak begitu
sayang...justru dokter sangat bangga dengan kakak laki-laki nya dokter, karena dialah yang membiayai sekolah kami semua. Dia kakak yang sangat bertanggung jawab. Dia menggantikan posisi ayah untuk merawat dan membiayai semua adik-adiknya dari hasil dia bertani.”
Subuhanallah… Hatiku merasa tertunduk mendengar keluarbiasaan ini. Air mataku menetes dan hari ini aku menyantap hidangan terlezat buat batinku.

Pelajaran Hari Ini :
Semua orang di dunia ini penting. Buka matamu, pikiranmu, hatimu. Intinya adalah kita tidak bisa membuat ringkasan sebelum kita membaca buku itu sampai selesai. Orang bijak berbicara, “Hal yang paling penting adalah bukanlah SIAPAKAH KAMU tetapi APA YANG SUDAH KAMU LAKUKAN.”

Sekian dari kisah perjalananku tempo hari saat akan berkunjung ke LAPAS Nusakambangan. Hari ini aku kembali termotivasi untuk tetap menjadi manusia yang selalu bisa memberi.
Dariku untuk kalian 
-Nurul ifadah-

Senin, 28 November 2011

Gudeg terlezat Dunia-Akhirat


Oleh:
-Nurul ifadah-
Yogjakarta, 8 juli 2008
Kelelahanku hari ini kusingkirkan jauh-jauh untuk menyempatkan diri menulis rangkaian kalimat ini. Aku merasa ada hal yang sangat penting yang harus kubagikan kepada sobat muda yang tengah menyempatkan diri membaca tulisan ini. Sesuatu yang ku alami hari ini. Hari dimana aku berada di sebuah hotel berbintang yang menurutku terlalu mewah untuk ditapak oleh kedua kaki kampung dan alas kaki murahan ini. Karena keajaiban Tuhan aku berada disini. Tidak bermaksud untuk pamer, aku berada di sini bukan karena aku kaya raya dan mampu membayar ongkos kamar per malamnya yang menurutku sungguh berada di luar jangkauanku. Aku hanya diutus oleh daerah tempatku bersekolah untuk melanjutkan perjuangan dalam sebuah kompetisi tingkat nasional. Namun bukan itu hal penting yang ingin aku share kepada sobat muda sekalian.
Kemarin aku didatangi oleh tiga orang anak kecil. Mereka sama sekali belum kukenal. Sore hari setelah kegiatan di hotel kemarin selesai, telepon kamarku berdering. Ku pikir itu hanya untuk menanyakan makan malamku. Atau teman-temanku yang iseng nelpon dari kamar lain hotel ini. Tapi ternyata dugaanku salah, yang menelpon adalah resepsionis hotel. Perempuan dengan suara lembut itu memberitahuku bahwa ada beberapa orang yang menungguku di loby hotel. Dari lantai 8 kamar 808 yang kutempati ini aku bergegas turun ke loby hotel. Benakku tak mau kalah untuk menebak siapa yang datang membesukku.  Aku berpikir mungkin kerabat yang berdomisili di Bandung yang jauh-jauh datang ke Jogja untuk membesukku atau teman-teman lamaku yang berdomisili disini yang berkunjung karena tahu aku sedang berada di sini untuk sebuah kompetisi tingkat Nasional. Tapi ternyata aku salah, yang datang justru orang-orang yang belum aku kenal. Mereka adalah anak-anak yang menawarkanku air mineral di terminal kemarin sebelum aku sampai ke hotel ini. yah… mereka adalah pedagang asongan yang kemarin airnya kubeli di atas bus yang kutumpangi bersama teman-teman. Yang aku heran adalah mengapa mereka tahu kalau aku disini dan untuk apa mereka menemuiku?
          Dengan penuh keheranan, aku menghampiri mereka. Melihatku berjalan ke arah mereka, spontan salah satu diantara mereka mengambil tanganku dan bersalaman.
“Eh mbak, maaf aku dan teman-teman ganggu waktunya mbak, Aku Rio pedagang asongan kemarin. Aku dan teman-teman datang kemari buat ngasih kembaliannya mbak. Waktu mau nukar uangnya mbak kemarin, aku nukernya terlalu jauh. Tiba di tempat parkir bus, bus yang mbak tumpangin udah nggak ada. Tapi untungnya yang nyupir bus itu pa’deku, jadi aku tahu mbak ada di hotel ini. ini uangnya mbak” jelasnya dengan nada mendok khas jogja yang terdengar begitu santun sambil menyerahkan uang sepuluh ribuan dan beberapa uang seribuan. Aku sungguh tak dapat berkata. Ini pengalaman pertamaku dengan suasana yang seperti ini.
“Astagfirullah,.. Ngapain repot-repot sayang. Kakak nunu udah ikhlasin kok buat kalian. Lagian kakak sudah lupa kalau kakak belum ngambil kembaliannya. Hehe” jawabku sambil memegang tangan Rio
“Tapi mbak, jangan… ini terlalu banyak. Air mineralnya mbak Cuma 3000 rupiah, la uangnya mbak kegedean to mbak” tolaknya
“ia mbak jangan, kami nggak minta-minta, kami jual asongan. Nggak baik kalau kami ngutang” lanjut salah satu teman Rio dengan nada polos.
Sungguh aku tak mampu berkata. Hari itu saat perjalanan menuju hotel, memang aku sempat sedikit kesal saat bus yang kutumpangi berlaju tanpa kusadari. Di separuh perjalanan baru aku menyadari kalau ternyata aku lupa ngambil uang kembalian air mineral yang aku beli dari anak-anak penjual asongan yang kompak berdiri di hadapanku dan menawarkan dagangan mereka yang tidak seberapa. Hanya ada air mineral, permen dan beberapa bungus tissue di tas asongan mereka. Tapi rasa lelah menempuh perjalanan yang panjang dari Makassar ke Jakarta lalu lanjut ke Jogjakarta membuatku memutuskan untuk mengikhlaskannya dan melupakannya. Tapi kemarin aku merasa kalah dengan mereka yang mendatangiku hanya untuk mengembalikan uang yang menurut mereka adalah hakku. Berulang kali aku berusaha memberikan uang itu kepada mereka, tapi mereka malah nolak dan justru memohon padaku agar menerima kembalian itu.
Karena rasa bahagia yang teramat besar dalam dadaku, aku mencari cara agar aku bisa memberi mereka sesuatu tanpa harus membuat mereka merasa diberi.
“oya kalian kan orang sini, nah kakak dari Makassar. Nama kakak, Nurul ifadah. Kalian boleh panggil kakak, kakak nunu atau mbak nunu. Kakak di sini nggak lama, 2 hari kedepan kakak udah harus balik ke Makassar. besok siang sekitar jam 1 siang, kalian mau nggak bantuin kakak jalan-jalan disini? Maksudnya kakak, Rio dan teman-teman jadi pemandu wisata buat kakak. kakak belum hafal soalnya jalan ke Malioboro dari sini. heehe Daripada kakak nunu nyewa pemandu wisata yang nggak kakak kenal, mending kalian aja gimana? Ngasong g besok?” tanyaku dengan senyuman bahagia.
Mereka tampak gembira saling berpandangan dengan spontan mereka menjawab “Nggak mbak”, “Kami nggak ngasong. Iya iya besok jam satu aku, Rio dan Surna kesini lagi. Ok mbak.” Jawab salah satu dari mereka dengan muka sumringah.
“ok” jawabku.
“oya mbak nunu, kami harus pulang dulu ya mbak sampai ketemu besok” pamit mereka
“Eh tunggu dulu, ini uang yang kalian bawa tadi ambil aja, buat ongkos.” Bujukku
“ah nggak usah mbak, kami kesini diantar pakdeku.” Tolak Rio dengan senyumnya yang manis.
Aku melepas mereka dengan senyuman termanis. Bagiku mereka manusia luar biasa. anak-anak pedagang asongan yang memiliki hati yang tulus dan bening. Tuhan telah mempertemukanku dengan manusia sederhana yang luar biasa hari ini. Dalam lailku semalam, ku bersujud dan bersyukur pada Tuhan atas segala kebahagiaan yang Tuhan berikan hari ini padaku. Tak lupa juga ku sebut nama mereka yang baru saja datang menemuiku di hotel mewah ini.
          Keesokan harinya, ternyata mereka menepati janji. Mereka datang dengan paras yang begitu bersemangat. Ku ambil ranselku lalu ku berjalan bersama mereka menyusuri jalan kota gudek ini. Kami berpegangan tangan menuju dan berkeliling di malioboro. Aku meminta mereka memilih barang yang mereka sukai sebagai kenang-kenangan dariku. Mereka terlihat begitu senang, tak hentinya mereka mengucapkan terima kasih padaku. melihat mereka tersenyum dan mendengar tawa mereka justru membuatku jaaaauuuuh lebih senang dari yang mereka rasakan. Aku merasa begitu manyayangi mereka. aku jatuh sayang pada ketiga anak kecil ini. sangat sayang. Begitu banyak hal yang kami lakukan, mulai dari jalan, muter-muter di malioboro, makan di lesehan, ngemil ditaman dan duduk di tepian jalan mendengar cerita, canda dan tawa mereka. hari ini aku merasa hidup. Mereka mengajarkanku banyak hal. aku juga sempat bertanya mengapa mereka mau datang hari ini.
Kalimat singkat membuatku mengangguk dan tersenyum “Rio dan teman-teman kan udah janji ma mbak nunu, ya harus ditepati to mbak” jawab Rio nyeletus.
Rasanya masih ingin bersama anak-anak hebat ini, ponselku berdering dan seorang pendamping mengabarkanku bahwa aku lolos ke babak final malam ini. hatiku begitu senang, aku mengajak Rio, Agil dan Surna kembali ke Hotel. Hari juga sudah semakin senja. Setibanya di hotel begitu banyak orang datang dan menjabat tanganku. Kulihat wajah heran ketiga bocah ini, namun aku tetap menggandeng tangan mereka memasuki kamarku. Di kamar ini kuizinkan mereka tidur, berbaring, nonton dan bermain dengan notebookku. Mereka rasanya seperti adik kandungku sendiri. Aku meminta mereka menjadi supporter istimewa yang akan duduk di kursi paling depan saat aku presentasi di babak final. Aku begitu bersemangat melakukan persiapan yang hanya tinggal beberapa jam lagi untuk tampil di babak terakhir ini.
          Waktunyapun tiba, aku menggunakan pakaian lengkap dan siap untuk bertempur menjadi terbaik se-Indonesia. Kulihat wajah heran Rio, Agil dan Surna. tapi aku Cuma tersenyum pada mereka. Nafasku berpadu dengan lantunan dzikir di hatiku. Ku pasrahkan semuanya pada penilaian dan segala hal yang terbaik dari Tuhan yang seharian ini memberiku kebahagiaan tiada tara. Waktu demi waktu terus berjalan, aku tampil dengan maksimal di hadapan audiens dan para juri yang terlihat begitu berwibawa. Ketiga sahabat baruku itu terlihat melompat girang dan bertepuk tangan setelah presentasiku dan langsung menyambut tanganku dan menciumnya.
          Setelah semua peserta di babak final ini selesai melakukan presentasi, tiba giliran pengumuman hasil perjuangan kami. Aku tak berharap apa-apa dari perjuangan ini. bagiku aku telah memenangkan kompetisi ini dengan menyelesaikan setiap babak dengan usaha yang maksimal. Bagiku pengalaman dan peningkatan kualitas diri sendiri adalah hal yang terpenting. Juara berapapun aku terima. Walau telah pasrah, aku tetap saja deg-degan. Mulai dari harapan 3 sampai juara 3, namaku belum juga disebut, aku sudah tidak berharap lagi. Terlalu tinggi rasanya aku harus berharap berada di posisi yang kedua apalagi pertama. Aku melihat begitu banyak manusia berkualitas lainnya yang juga ikut bertempur bersamaku menjadi juara di kompetisi bergensi ini. Tapi saat itu ada hal yang membuatku nyaris pingsan. Saat seorang dewan juri meneriakkan namaku sebagai pemenang pertama sekaligus pemenang umum dalam rangkaian kompetisi ini. Tiga sahabat baruku langsung melompat dan memelukku. Rombongan Selebes yang bersamaku melangkah sampai ke tanah Jawa ini seketika menyerangku dengan pelukan. Aku sesak oleh begitu banyak kebahagiaan.
          Di hadapan sahabat baruku itu, aku naik ke panggung dan menerima hadiah sebagai seorang pemenang. Ku sebut nama mereka satu persatu dengan lelehan air mata kebahagiaan. Setelah prosesi itu, mereka bertiga pamit pulang padaku. kupeluk mereka begitu erat, ribuan terima kasih kupanjatkan pada mereka. Aku menyayangi mereka dan rasanya aku tak ingin berpisah dengan mereka bertiga. Ku minta mereka menunggu sejenak di dalam kamar lalu ku keluar kamar mengambil sesuatu. Yah.. sesuatu yang akan kupersembahkan buat mereka. kuserahkan tiga buah amplop kepada mereka. kuisi sesuatu yang jumlahnya sama banyak di dalam amplop itu, buat kuberikan kepada mereka.
Amplop pertama ku tulis “Honor Pemandu Wisata Jogya”
Amplop kedua ku tulis “Honor Supporter kelas VIP”
Amplop ketiga ku tulis “Oleh-oleh khas Jogya”
Mereka sempat menolak saat kuberikan ketiga amplop tersebut. Air mataku menetes menatap mereka, kemudian aku memeluk dan mencium mereka satu persatu. Kukatakan pada mereka bahwa amplop ini, tidak kakak berikan secara Cuma-Cuma karena kalian telah menjual jasa kalian buat kakak. sama seperti kalian menjual sebotol air mineral pada kakak kemarin.
Kalian telah menjadi pemandu yang sangat baik. Dengan atau tanpa kalian, kakak tetap akan mengeluarkan amplop ini buat orang lain. tapi karena kalian yang menjadi pemandu buat kakak, makanya amplop ini adalah hak kalian.
Kalian telah bersedia menjadi supporter buat kakak di presentasi tadi. Juara ataupun tidak hari ini, amplop ini sudah kakak niatkan untuk dibagi. Tapi karena kalian bertiga bersedia menjadi supporter buat kakak, yah ini buat kalian dan ini adalah hak kalian.
Nah,.. amplop yang satunya lagi adalah amplop yang kakak sediakan untuk membeli oleh-oleh buat dibawa kembali ke Makassar, tapi bagi kakak, oleh-oleh terbaik dan termahal untuk kakak bawa pulang adalah cerita tentang kisah bersama kalian kemarin dan hari ini. kalian telah membuat kakak mengerti tentang kejujuran. Kebersamaan kakak nunu dengan kalian adalah oleh-oleh terindah dalam hidup kakak. kejujuran kalian adalah gudeg terlezat yang pernah kakak santap. Kakak senang mengenal kalian.
Akhirnya mereka tersenyum dan bersedia menerima ketiga amplop itu sambil mengucapkan terima kasih yang diucapkannya berulang-ulang nyaris tiada henti. sampai aku menulis kisahku ini, air mataku masih meleleh mengenang mereka yang begitu Luar biasa. sungguh langka momentum ini. singkat, bermakna dan begitu berharga.  
Kejujuran sebuah kata yang sangat sederhana tapi sekarang menjadi barang langka dan sangat mahal harganya. Memang ketika kita merasa senang dan segalanya berjalan lancar, mengamalkan kejujuran secara konsisten tidaklah sulit. Tetapi pada saat sebuah nilai kejujuran yang kita pegang berbenturan dengan perasaan, kita mulai tergoncang apakah tetap memegangnya, atau kita biarkan tergilas oleh keadaan. Sebuah kisah kejujuran yang sangat menyentuh hati. Itulah kisahku di tanah jawa saat menyantap gudeg terlezat dunia dan akhirat.

Aku terhenyak dan kembali ke kamar setelah mengantar mereka sampai ke depan hotel dengan seribu perasaan bahagia. Tuhan, hari ini hamba belajar dari tiga manusia super dan luar biasa yang Engkau hadirkan hari ini, kekuatan kepribadian mereka membuatku terenyuh, mereka berbalut baju lusuh tapi hati dan kemuliaannya sehalus sutra, mereka tahu hak mereka dan hak orang lain, mereka berusaha tak meminta minta dengan berdagang asongan dan menjajakkannya dari bus ke bus dan dari orang ke orang di area terminal.

Tiga anak kecil yang bahkan belum baligh, memiliki kemuliaan di umur mereka yang begitu belia. Kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana. Apa yang bukan milik kita, pantang untuk kita ambil.


-Nurul ifadah-
Kenali aku lewat setiap karyaku dan berkunjunglah di setiap ruang hidupku karena 24 jam ku buka itu untuk setiap jiwa yang ikhlas untuk terus berjalan, belajar dan berkarya


  

Telahkan indonesiaku merdeka?


Mereka bilang negeriku telah merdeka
Namun benarkan indonesiaku telah merdeka?
Jika iya, dimanakah letak kemerdekaan itu?
Tidakkah mereka tahu bahwa aku dan mereka masih menderita, menangis, terkuka dan tersiksa?

Saat kami semua kelaparan, mereka tengah berada di restoran mewah
Saat kami kekurangan, mereka malah membelanjakan hak-hak kami
Saat kami kedinginan, mereka terlelap dan berselimut di dalam rumah kami
Kami belum mereka Tuanku, kami belum sejahtera Tuan.
Sementara tuan-tuan hanya asik berdebat di dalam gedung ber-AC dan mewah
Yang dibawahnya kami terkubur oleh kelaparan
Di saat tuan-tuan asyik berdebat soal kompor dan tabung gas kami
Yang terus meledak dan meledak,
Apakah tuan tak tahu bahwa di saat itu kami sudah mati?
Inilah kemerdekaan yang kami terima dari konsekuensi menjadikan anda tuan kami
kami menangis tuan, kami menjerit, terkapar dan tak lagi sanggup berdiri

Inikah negeri yang dulu kami banggakan?
Yang kata mereka negeri elok, indah, kaya, sejahtera dan damai?
Oh.. tapi ternyata semua hanya mimpi
Ternyata negeri kami kejam, bengis dan tak pernah peduli pada kami
Seharusnya kami yang mengeluh bukan tuan
Negeri siapakah ini
, kenapa kami tak merasa berada di negeri kami sendiri?
Pahlawan yang menyumbangkan keringat dan darahnya tak lagi dihargai dan akhirnya pergi dengan sia-sia
Lihatlah kami tuan, tengoklah kami yang semakin hari semakin sengsara
Tuan, kami mohon, Jangan Cuma menjual kecap dan hanya bisa bicara dan debat tak karuan
Sementara tuan pura-pura tuli dan tak mendengar jerit kami
Inikah negeri kami? yang katanya telah merdeka
sementara tuan senang menebar pesona dan berusaha memperindah diri dengan citra
kami tak lagi terpesona Tuan, kami sangat tersiksa

Haruskah kami berteriak lebih keras lagi?
Supaya suara kami dapat mengetuk gendang telinga tuan lebih keras lagi?
Ataukah tuan sungguh tak lagi peduli dengan kami?
Padahal tuan ada karena kami.
Dan sekarang, di mata tuan, kami hanya kacung dan alat eksploitasi yang begitu kecil
Inilah kondisi negeri yang kata mereka telah merdeka.
yang didalamnya ada pemimpin yang teramat sering menebar pesona 
Sedang ada rakyat yang menangis dan menderita
Hingga berulang kali ku bertanya
Telahkan indonesiaku merdeka?


Oleh Nurul Ifadah
-Prihatin dengan kondisi indonesiaku yang nyaris tenggelam di lautan air mata penderitaan rakyat-
17 agustus 2010


PARADIGMA BARU


Nurul ifadah. L
Takalar, 10 Maret 2009

Pendidikan untuk semua
Itu teori pemimpin negeri ini
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia
Itu teori falsafah bangsa ini

Berdiri di antara kepungan paradigma lama
Duduk di barisan manusia penuh stigma
Aku mendengar suara
“Kalian harus sekolah” bukan “kalian harus belajar”
Tak heran, banyak murid sekolah yang terdaftar di negeri ini
Namun kita miskin kaum terpelajar
“Kalian harus dapat nilai yang tinggi” bukan “Kalian harus punya kualitas tinggi”
Tak heran, terlahir begitu banyak siswa dan mahasiswa pengejar nilai
Namun kita miskin generasi yang bernilai

Aku kaum minoritas
Yang kurang beruntung di dunia akademik dan bukan pula juara kelas
Aku yang digelar manusia tanpa prestasi dengan segudang organisasi
Hanya bisa diam dengan senyum yang sedikit dipaksa dan berusaha berteriak dalam hati
Kami hanya ingin berbagi,
Kami hanya ingin peduli,
Mencari cara bagaimana kami bisa memberi

Terkadang baja harus membungkus hati ini
Untuk tetap bertahan menerima cacian, hinaan, kritikan dan celaan
Terkadang besi harus menyatu di tulang ini
Untuk tetap kuat melangkah bersama pundak tempat menggantungnya seribu impian
Terkadang formalin harus bercampur dan mengalir di tubuh ini
Untuk mengawetkan semangat darah juang agar tetap hidup dan menabur makna di setiap kehidupan
Mungkin aku tak berprestasi,
namun inilah aku yang memilih untuk menjadi sang pemerhati

Bapak, ibu,
Bolehkah aku jujur dalam kata?
Sebenarnya akupun ingin seperti anda
Sekalipun tak ada yang ingin sepertiku yang tak bermakna
Sejujurnya, akupun ingin ikut ke dalam paradigma anda
Mendapat pujian dan pengakuan anda, namun aku lemah tak sekuat anda, Aku rapuh tak setegar anda, Aku bodoh tak sepintar anda

Bapak, ibu,
Kami mohon, hentikan stigma negatif itu
Bantu kami membangun paradigma baru
Yah.. p a r a d I g m a   b a r u
Kawan, sahabat dan saudaraku
Aku ingin sepertimu. Dipuja dan dipuji layaknya dirimu
Aku mengagumi setiap prestasi akademikmu
Aku bangga dengan kejuaraanmu
Tapi aku tak mampu bergelut di bidangmu
Ku mohon bantu aku, walau hanya dengan tatapanmu
Semangati aku, walau hanya dengan senyum manismu
Aku tak mungkin bisa sepertimu
Itulah mengapa aku berjuang membentuk paradigma baru
Bukan untuk mengalahkanmu, hanya untuk melengkapi kesempurnaanmu

Kata bundaku, setiap anak adalah bintang
Namun di sekolah, aku dikatai pecundang
Mereka sering bilang,
Kalau aku tak mungkin bisa menang
Karena organisasi lebih kuutamakan daripada Ujian Nasional yang menjelang

Untung aku punya bunda yang penyayang
Yang selalu bilang kalau aku ini adalah bintang, walau hanya bersinar di hatinya seorang
Di saat itulah aku merasa dihargai juga merasa senang
akupun bangkit Lewat kalimat santun dan indah yang terus membayang
Itulah kalimat bundaku tersayang
Bundaku memang selalu mendidikku dengan penuh kasih sayang
Sedang organisasiku membentuk mentalku, menjadi mental pemenang
Walau mungkin aku bukan pemenang,
setidaknya aku bisa dikenang

-Rintihan seorang musafir kehidupan-
Itulah aku Nurul ifadah <Nunu>
Yang terus berjalan, belajar dan berkarya… 

Selasa, 08 Februari 2011

Surat dari Ayah Untuk Libby di Surga

Dear Libby,

Apa kabar Libby ? Akhir-akhir ini ayah kangen dan ingat terus sama Libby, apalagi di negara kita saat ini sedang berjangkit penyakit demam berdarah. Virus yang mengantarkan Libby menghadap Tuhan YME.

Ayah ingat hampir satu tahun yang lalu. Sejak hari Sabtu tgl 19 April 2003, Libby sudah mengeluh kurang enak badan, ayah langsung membawa Libby ke dokter specialis Libby di Mall Ambassador hari itu juga untuk mendapatkan perawatan. Dokter waktu itu menyatakan bahwa Libby sakit radang tenggorokan.

Walaupun sudah agak membaik, hari Senin 21 April 2003 Libby tidak sekolah dulu agar bisa beristirahat dan lagipula besok Libby akan perform ballet untuk pertama kalinya. Ketika ayah pulang kantor, Libby sangat excited untuk segera perform ballet besok harinya. Ayah juga ingat Libby tunjukkan semua costum yang telah dimiliki. Kamu memang sangat-sangat menyenangi ballet. “Ayah lihat Libby perform besok kan ?” tanya Libby pada ayah, yang ayah langsung jawab iya.

Keesokan harinya tanggal 22 April 2003, Ayah sengaja mengambil cuti agar bisa leluasa hadir ke performance ballet Libby yang pertama. Pk 6.15 Ayah mengantarkan Libby sekolah, sepanjang perjalanan Libby terus berbicara mengenai performance ballet (suatu ritual yang hampir setiap hari ayah jalani bersama Libby ketika Libby sudah mulai TK di Lab.School Rawamangun). Karena hari itu cuti, ayah pun bisa menjemput Libby ketika pulang sekolah pk 11.30, Libby sangat senang ayah jemput karena tidak biasa-biasanya ayah bisa jemput kamu. Dalam perjalanan pulang Libby bertanya sama ayah, “Ayah, siapa Kartini itu?” lalu ayah jawab “Kartini itu seorang putri yang berjasa pada kaum wanita makanya diperingati sebagai hari Kartini”. Kemudian Libby bertanya lagi “kok putri tidak pakai baju Cinderella” (Libby tahunya gambaran Putri adalah seperti yang digambarkan dalam karakter Disney).

Ayah berusaha menjawab semua pertanyaan Libby dengan sebaik mungkin. Bahkan sampai pada pertanyaan “Kartini itu sudah meninggal ya ayah?”, ayah jawab iya. Libby masih terus memborbardir ayah dengan pertanyaan, “Kalau Libby mau diperingati harus meninggal dulu ya yah? Ayah agak bingung juga menjawabnya, namun akhirnya ayah jawab “tidak perlu karena ada juga yang masih hidup sudah diperingati” .

Pertanyaan itu tadinya hampir tidak ada artinya kecuali contoh lain dari curiosity kamu yang sangat tinggi, namun belakangan ayah mulai menyadari bahwa mungkin ini adalah firasat tepat seminggu sebelum kepulangan kamu ke Tuhan YME.

Ketika perform ballet, ayah ingat Libby kelihatan masih lemas, belum lagi beberapa teman kamu tidak menari dengan baik sehingga secara keseluruhan penampilannya tidak terlalu menggembirakan. Kamu yang sangat perfectionist kelihatan sangat kecewa dengan penampilan kelompokmu yang kurang kompak.

Ketika pulang, Libby kelihatan agak murung, ayah terus menerus berusaha untuk menghibur Libby dengan mengatakan bahwa performance- mu cukup baik. Tapi tidak dapat ditutupi bahwa Libby kecewa sekali. Hari Kamis malam, Libby panas lagi sampai 40 derajat. Tanggal 25 April 2003, Libby ulang tahun yang ke-5, kamu masih sakit sehingga tidak masuk sekolah. Ayah dan Mommy kembali membawa kamu ke dokter, dokter mengatakan bahwa jika sampai Senin belum turun juga panasnya, Senin harus diambil darah.

Tanggal 26 April 2003, Libby merayakan pesta ulang tahun yang ke-5 di McDonald Arion. Libby sudah mulai turun panasnya hanya masih kelihatan lemas. Pesta ini adalah permintaan pertama Libby karena biasanya ulangtahunmu hanya dirayakan di sekolah dengan membawa kue ulang tahun saja. Entah kenapa Libby menginginkan pesta di McDonald lengkap dengan badut-nya. Ayah minta maaf sama Libby karena terlambat mengurusnya, badut yang diminta kamu tidak bisa hadir di pesta, ayah tidak tahu bahwa McD tidak memperbolehkan badut dari luar.

Libby kelihatan kecewa dengan ketidakhadiran badut itu karena ternyata kamu sudah bercerita pada teman-temanmu bahwa di pestanya akan ada badut teletubies (Ayah sangat-sangat menyesal tidak bisa memenuhi permintaan Libby, maafin ayah ya Liv…).

Libby ngomong, “badutnya nggak bisa datang ya, yah? Gimana ya nanti Libby dibilang pembohong sama teman-teman. Tapi nggak apa-apalah teman-teman pasti ngerti”. Libby adalah seorang yang sangat patuh terhadap janji, kamu tidak mau mengecewakan orang lain.

Pulang dari pesta Libby kelihatan sakit lagi, ayah mencoba untuk menghibur kamu dengan melakukan kompres dan lain-lain, panas kamu tidak turun-turun, hadiah yang banyak pun hampir-hampir tidak kamu sentuh, hanya saja ada percakapan kita yang ayah masih sangat ingat. Libby ingat nggak ketika ayah tanya “Liv, uang yang dari nini kan banyak, mau dibeliin apa sama Libby, beliin mainan ya!?” Libby malah bilang sama ayah “Ayah, mainan Libby udah banyak sekali…bahkan sebagian mau Libby kasiin ke orang miskin, kasihan kan mereka nggak punya mainan… Libby mau kirim bunga yang banyak sekali untuk nini..Nini pasti seneng…”

Ayah kaget denger jawaban Libby tapi sama sekali tidak menyangka apa-apa..belakangan ayah baru sadar ini adalah tanda-tandamu yang lain karena waktu sebelum pemakaman ternyata rumah nini tempat kamu disemayamkan dipenuhi oleh bunga-bunga yang bersimpati sama kita.

Libby ingat nggak hari Minggu ayah dan Mommy bawa Libby ke rumah sakit Bunda untuk diambil darah karena ayah tidak mau nunggu lagi sampai hari Senin. Ayah ingat Libby minta ayam A&W dan minuman Fruity strawberry, ayah seneng sekali Libby minta makan karena sudah dua hari ke belakang Libby susah makan. Libby nggak pernah mengeluh sakit perut cuma mengeluh pusing saja dan mual.

Besoknya mommy membawa hasil test darah ke dokter lagi, trombosit kamu masih 149.000. Kata dokter Libby terkena gejala Thypus dan disarankan untuk istirahat dan banyak minum. Sore harinya panas Libby sudah mulai turun, ayah senang sekali pada saat itu, bahkan ayah telepon ke Bandung untuk memberi tahu bahwa Libby sudah turun panasnya, cuma pada saat itu Libby masih sangat lemas dan masih muntah.

Ayah pikir Libby sudah mendingan. Malamnya ternyata Libby terus mengigau dalam tidur, ayah, mommy dan uti nggak berhenti berdoa, kita putuskan untuk membawa kamu ke dokter lagi first thing in the morning. Sama sekali tidak terbersit dalam pikiran ayah bahwa Libby mungkin sudah mulai didekati oleh malaikat. Panas kamu sudah turun sekali ke 36 derajat.

Keesokan harinya Libby dianter sama mommy dan uti ke dokter lagi, di dokter menurut mommy trombosit kamu sudah turun ke 59.000 dan langsung diperintahkan untuk masuk rumah sakit. Mommy membawa kamu ke RS Mitra Jatinegara karena kata dokter, disana PICU (ICU anak-anak) nya cukup baik.

Kata Mommy, dalam perjalanan ke RS, kamu masih minta mie dan pisang. Mommy ingat di dalam mobil Libby ngomong, “Ma, kok orang-orang itu tidurnya aneh ya?” Mommy nggak bisa jawab cuma bilang, “Libby kuat ya….” sampai di rumah sakit Libby sudah nggak sadar, ketika ditaruh di bed gawat darurat, Libby langsung kejang dan pergi untuk selamanya sebelum dokter sempat melakukan pertolongan apa-apa.

Ayah minta maaf ya Liv nggak bisa nememin kamu pulang ke rumah kamu di surga. Ayah ngerasa bodoh sekali malah ikut meeting di kantor ketika kamu sedang berjuang dengan maut. Tapi memang jalannya sudah harus begitu, ayah rela Libby pulang ke rumah pemilik Libby karena ayah hanya diberi kesempatan untuk merawat Libby selama tepat lima tahun.

Mommy sekarang sedang hamil lagi, Adelle sudah mulai cerewet, maunya sekarang pake baju punya Libby terus. Kemarin-kemarin dia terus berbicara mengenai kamu, Libby datang ke mimpinya Adelle ya?? Ya udah dulu ya Liv, ayah harus kerja dulu. Ayah mau buat surat buat teman-teman ayah biar mereka belajar dari pengalaman kita.

Cium sayang

Ayahmu: Dicky
sumber: Cerita ini disiarkan Radio Delta dan juga dimuat di beberapa tabloid Ibu Kota.

Surat ini dibuat oleh seorang ayah untuk anaknya yg sudah meninggal dan bukan rekayasa.