Hari ini 28
Agustus 2008. Tanpa sengaja aku melintas di sebuah jalan di kota Makassar. Hari
ini sebenarnya aku dan sahabatku akan mengikuti sebuah seminar nasional di
salah satu hotel di kota ini. Tapi sayang perjalanan kami harus tertunda karena
ban motor yang kami tumpangi mendadak bermasalah. Aku dan sahabatku akhirnya
memutuskan untuk mencari bengkel dan menapakkan kaki menyusuri jalan yang
begitu panjang. Aku sebenarnya menyesali kejadian ini, karena kami berdua
sangat berharap kami bisa ikut seminar yang salah satu pembicaranya adalah
seorang penulis novel terkenal. Tapi kami tak mampu berbuat apa-apa kecuali
mengelus dada dan mengatakan kalau kami tak bisa datang ke seminar itu tepat
waktu atau mungkin tak akan bisa menghadiri seminar tersebut walau sebuah tiket
seminar telah ada dalam genggaman kami.
Di bawah terik matahari yang lumayan
menyengat sambil menuntun motor dengan ban tanpa angin itu, sahabatku menoleh
ke arahku dan tersenyum lalu berkata “Bukan Rezeki”. Aku tahu bahwa jauh di
lubuk hatinya yang paling dalam ia pun sangat kecewa sama seperti aku. Namun
aku berusaha untuk tetap bersabar dan membalas senyumannya lalu mengatakan
“Tuhan punya rencana lain.” Kami berdua mengangguk dan tersenyum berusaha
menikmati hiasan perjalanan kali ini. Sejenak terlintas dalam pikiranku, mungkin
inilah malaikat yang berusaha menguji kesabaran kami. setelah berjalan cukup
jauh, akhirnya langkah kami terhenti pada sebuah bengkel bertuliskan “PRESS BAN
DALAM”. Sambil menunggu motor dikerja, aku dan sahabatku berteduh di bawah
pohon di sekitar bengkel itu. Kuhapus keringat yang mengucur di sekujur tubuhku
setelah perjalanan panjang yang cukup melelahkan. Kami duduk di sebuah kayu besar sambil mengamati keadaan di sekitar tempat
kami berada hari itu.
Sebuah suara ramai menyusup mengetuk
dinding indera pendengaran kami. Aku berusaha menengok ke segala arah untuk
mengetahui sumber suara tersebut. Tiba-tiba mataku berfokus pada sebuah
pekarang rumah yang tak jauh dari tempat kami duduk. Seorang pria dewasa
terlihat sedang menyiksa seekor kucing yang mulai lemah. Orang-orang di
sekelilingku nampak acuh tak acuh dengan apa yang pria itu lakukan. Sahabatku
mencoba bertanya ke seorang pemilik bengkel yang tengah mengotak-atik ban motor
di hadapannya.
“kok bapak itu tega menyiksa kucing
itu pak?”
“kucing itu dulu waktu masih kecil
didapat oleh anak bapak itu terperangkap di pagar depan sana di tengah hujan
deras. Anaknya membawa kucing itu
pulang, mengobati, merawat dan memberinya makan sampai hari ini. Tapi katanya
setelah besar kucing itu setiap hari buang kotoran bahkan muntah di dalam
rumah. Makanya bapak itu emosi dan hampir setiap hari menyiksa kucing itu.”
Aku sangat
tercengang mendengarkan penjelasan pemilik bengkel yang berusaha menjelaskannya
dengan sempurna. Spontan aku hati dan lisanku berpadu menyebut lafaz istighfar
memohon ampun kepada Allah atas apa yang aku lihat hari ini. Hatiku bergumam,
bukankah kucing itu adalah binatang? Bukankah kucing tak memiliki akal seperti
manusia? lalu aku mencoba menangkap sesuatu yang mungkin tak terpikirkan oleh
orang lain. Bahwa sejatinya hari ini aku harus belajar dari seekor kucing. Aku
merasa bahwa apa yang baru saja aku lihat adalah sebuah peringatan yang justru
harus kutujukan pada diriku sendiri. Aku menangkap bahwa sejatinya kejadian ini
adalah upaya Tuhan untuk mengajarkanku mengenal-Nya dan menyadarkanku tentang
hal itu dari kucing tersebut. Sama seperti kucing yang baru saja kulihat
tersiksa, bahwa Allah telah menghadirkan manusia ke muka bumi ini. Dia merawat
manusia yang bermula dari keadaan yang begitu lemah. Lalu Allah melindungi
manusia, merawat dan memberi segala kebutuhan manusia untuk tumbuh dan
berkembang. Tetapi setelah begitu banyak kebaikan dan nikmat dari Tuhan yang
kita rasakan, kita menjadi durhaka kepada-Nya dan tidak lagi peduli dengan
perintah-Nya. Bukankah manusia yang seperti itu sama saja dengan sikap kucing
yang disiksa oleh pria itu? tapi Allah tidaklah seperti pria itu yang tega
menyiksa peliharaannya. Tuhan selalu memberi kita kesempatan atas kesalahan
kita dan tidak serta merta memukul kita dengan Azab-Nya.
Kini aku tahu mengapa Tuhan
membawaku berjalan hingga ke tempat ini. Aku sadar bahwa hari ini aku
kehilangan kesempatan untuk ikut seminar yang menurutku luar biasa dan bergensi,
tapi aku mengangguk dan mengatakan pada diriku sendiri, bukankah hari ini aku
telah menghadiri sebuah seminar yang Maha Luar biasa? Hari ini Allah langsung
yang menjadi pemateri untuk mengajarkanku tentang sebuah perenungan hidup
mengenali diriku sebagai manusia. Hari ini, dari seekor kucing, aku belajar
melihat dan mengenali makhluk bernama “Manusia”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar